Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut bumi. Gas dan debu ini tidak hanya berbahaya bagi jalur transportasi, tapi juga kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung meletus tersebut. Untuk mengantisipasi dampak letusan, masyarakat yang masih bertahan di permukiman segera mengungsi ke tempat-tempat yang diprediksi aman dari debu.
Bahaya debu vulkanik
Debu yang keluar dari gunung yang meletus bisa merusakkan bangunan rumah warga di sekitarnya. Gumpalan debu yang menimpa atap-atap rumah ini bisa membahayakan orang-orang yang berada di dalamnya seperti mengalami cedera bahkan kematian. Bila diameter butiran debu-debu yang bertebaran di udara ukurannya sangat kecil (kurang dari 10 mikron), bisa terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam saluran nafas dan paru, dapat menimbulkan gangguan pernafasan.
Debu yang dikeluarkan oleh gunung meletus ini biasanya mengandung mineral kwarsa, kristobalit atau tridimit. Mineral ini adalah kristal silika bebas yang diketahui dapat menyebabkan silicosis (kerusakan saluran nafas kecil di paru sehingga terjadi gangguan pertukaran gas di alveolus paru). Penyakit ini biasanya ditemukan pada pekerja tambang yang terpapar silika bebas dalam jangka panjang.
Beberapa jenis gas yang timbul akiat gunung meletus adalah uap air (H2O), diikuti oleh karbon dioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2). Selain itu, ditemukan juga jenis gas-gas lain dalam jumlah kecil seperti hidrogen sulfida (H2S). hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), hidrogen klorida (HCl), hidrogen fluorida (HF) dan helium (He). Gas-gas ini pada konsentrasi tertentu bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, diare, bronkhitis (radang saluran nafas) atau bronchopneumonia (radang jaringan paru), iritasi selaput lendir saluran pernapasan, iritasi kulit serta bisa juga mempengaruhi gigi dan tulang (untuk paparan HF).
Gejala akut
Orang-orang yang terpapar oleh debu vulkanik ini biasanya mengalami keluhan pada mata, hidung, kulit dan gejala sakit pada tenggorokannya. Gangguam kesehatan ini bisa akibat paparan jangka pendek (beberapa hari) atau pun jangka panjang (beberapa minggu sampai beberapa bulan).Potensi gangguan pernafasan yang mungkin timbul dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti konsentrasi partikel di udara, ukuran partikel tersebut dalam debu, frekuensi dan lamanya paparan, kondisi meteorologi, kondisi kesehatan dari setiap warga, ada atau tidaknya gas-gas vulkanik yang bercampur dengan abu serta penggunaan alat perlindungan pernafasan.
Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh masyarakat setelah gunung mengeluarkan abu atau debu adalah iritasi selaput lendir dengan keluhan pilek dan beringus, iritasi dan sakit tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk dahak, mengi, sesak napas, iritasi pada jalur pernapasan dan juga napas menjadi tidak nyaman.Debu vulkanik dengan berbagai ukuran ini dapat juga mengiritasi selaput lendir mata, sehingga mengganggu penglihatan dan dapat terjadi infeksi sekunder pada mata. Gangguan ini akan lebih mudah timbul pada orang yang menggunakan lensa kontak. Umumnya gejala yang timbul adalah merasa seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet atau terdapat goresan, adanya peradangan pada kantung conjuctival yang mengelilingi bola mata sehingga mata menjadi merah, terasa seperti terbakar dan sensitif terhadap cahaya.
Iritasi kulit merupakan kondisi yang jarang dilaporkan, biasanya masyarakat mengalami gatal-gatal, kulit memerah dan iritasi akibat debu yang ada di udara dan menempel di kulit. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh perubahan kualitas air yang sudah tercemar debu vulkanik.
Upaya antisipasi
Masyarakat di sekitar gunung berapi sebaiknya segera mengungsi untuk menghindari dampak yang lebih berbahaya lagi, tapi jika masih ingin bertahan sebaiknya gunakan selalu masker wajah untuk mengurangi paparan partikel debu.Bagi orang yang mengidap penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik, emfisema dan asma, sebaiknya segera mengambil tindakan pencegahan khusus untuk menghindari kondisi yang lebih parah yang dapat menyebabkan additional cardio-pulmonary stress (stres jantung-paru paru berlebih). Karena itu untuk mencegah efek kesehatan yang lebih parah, masyarakat bisa melakukan beberapa hal berikut ini, seperti:
1.Gunakanlah pakaian pelindung dan juga masker debu, alat perlindungan ini sebaiknya mudah diakses oleh masyarakat khususnya selama kondisi darurat.
2.Jika tidak ditemukan masker, warga bisa menggunakan sapu tangan, kain atau baju untuk melindungi diri dari debu atau gas.
3. Seseorang yang memiliki bronkhitis, emfisema dan asma disarankan untuk tetap tinggal di rumah atau mengungsi ke daerah lain untuk menghindari paparan debu.
4.Jika ingin keluar rumah, sebaiknya gunakan masker, pakaian pelindung dan juga kacamata untuk menghindari iritasi.
6. Untuk anak-anak dan bayi sebaiknya dijauhkan dari paparan debu karena anak dan bayi sangat rentan dibanding orang dewasa. sebaiknya disediakan masker khusus untuk anak-anak, serta tidak membiarkan anak bermain di luar untuk meminimalkan paparan.
(http://waspadamedan.com)
Debu yang keluar dari gunung yang meletus bisa merusakkan bangunan rumah warga di sekitarnya. Gumpalan debu yang menimpa atap-atap rumah ini bisa membahayakan orang-orang yang berada di dalamnya seperti mengalami cedera bahkan kematian. Bila diameter butiran debu-debu yang bertebaran di udara ukurannya sangat kecil (kurang dari 10 mikron), bisa terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam saluran nafas dan paru, dapat menimbulkan gangguan pernafasan.
Debu yang dikeluarkan oleh gunung meletus ini biasanya mengandung mineral kwarsa, kristobalit atau tridimit. Mineral ini adalah kristal silika bebas yang diketahui dapat menyebabkan silicosis (kerusakan saluran nafas kecil di paru sehingga terjadi gangguan pertukaran gas di alveolus paru). Penyakit ini biasanya ditemukan pada pekerja tambang yang terpapar silika bebas dalam jangka panjang.
Beberapa jenis gas yang timbul akiat gunung meletus adalah uap air (H2O), diikuti oleh karbon dioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2). Selain itu, ditemukan juga jenis gas-gas lain dalam jumlah kecil seperti hidrogen sulfida (H2S). hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), hidrogen klorida (HCl), hidrogen fluorida (HF) dan helium (He). Gas-gas ini pada konsentrasi tertentu bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, diare, bronkhitis (radang saluran nafas) atau bronchopneumonia (radang jaringan paru), iritasi selaput lendir saluran pernapasan, iritasi kulit serta bisa juga mempengaruhi gigi dan tulang (untuk paparan HF).
Gejala akut
Orang-orang yang terpapar oleh debu vulkanik ini biasanya mengalami keluhan pada mata, hidung, kulit dan gejala sakit pada tenggorokannya. Gangguam kesehatan ini bisa akibat paparan jangka pendek (beberapa hari) atau pun jangka panjang (beberapa minggu sampai beberapa bulan).Potensi gangguan pernafasan yang mungkin timbul dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti konsentrasi partikel di udara, ukuran partikel tersebut dalam debu, frekuensi dan lamanya paparan, kondisi meteorologi, kondisi kesehatan dari setiap warga, ada atau tidaknya gas-gas vulkanik yang bercampur dengan abu serta penggunaan alat perlindungan pernafasan.
Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh masyarakat setelah gunung mengeluarkan abu atau debu adalah iritasi selaput lendir dengan keluhan pilek dan beringus, iritasi dan sakit tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk dahak, mengi, sesak napas, iritasi pada jalur pernapasan dan juga napas menjadi tidak nyaman.Debu vulkanik dengan berbagai ukuran ini dapat juga mengiritasi selaput lendir mata, sehingga mengganggu penglihatan dan dapat terjadi infeksi sekunder pada mata. Gangguan ini akan lebih mudah timbul pada orang yang menggunakan lensa kontak. Umumnya gejala yang timbul adalah merasa seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet atau terdapat goresan, adanya peradangan pada kantung conjuctival yang mengelilingi bola mata sehingga mata menjadi merah, terasa seperti terbakar dan sensitif terhadap cahaya.
Iritasi kulit merupakan kondisi yang jarang dilaporkan, biasanya masyarakat mengalami gatal-gatal, kulit memerah dan iritasi akibat debu yang ada di udara dan menempel di kulit. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh perubahan kualitas air yang sudah tercemar debu vulkanik.
Upaya antisipasi
Masyarakat di sekitar gunung berapi sebaiknya segera mengungsi untuk menghindari dampak yang lebih berbahaya lagi, tapi jika masih ingin bertahan sebaiknya gunakan selalu masker wajah untuk mengurangi paparan partikel debu.Bagi orang yang mengidap penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik, emfisema dan asma, sebaiknya segera mengambil tindakan pencegahan khusus untuk menghindari kondisi yang lebih parah yang dapat menyebabkan additional cardio-pulmonary stress (stres jantung-paru paru berlebih). Karena itu untuk mencegah efek kesehatan yang lebih parah, masyarakat bisa melakukan beberapa hal berikut ini, seperti:
1.Gunakanlah pakaian pelindung dan juga masker debu, alat perlindungan ini sebaiknya mudah diakses oleh masyarakat khususnya selama kondisi darurat.
2.Jika tidak ditemukan masker, warga bisa menggunakan sapu tangan, kain atau baju untuk melindungi diri dari debu atau gas.
3. Seseorang yang memiliki bronkhitis, emfisema dan asma disarankan untuk tetap tinggal di rumah atau mengungsi ke daerah lain untuk menghindari paparan debu.
4.Jika ingin keluar rumah, sebaiknya gunakan masker, pakaian pelindung dan juga kacamata untuk menghindari iritasi.
6. Untuk anak-anak dan bayi sebaiknya dijauhkan dari paparan debu karena anak dan bayi sangat rentan dibanding orang dewasa. sebaiknya disediakan masker khusus untuk anak-anak, serta tidak membiarkan anak bermain di luar untuk meminimalkan paparan.
(http://waspadamedan.com)
"Dapatkan koleksi lebih dari 10.000 file untuk desain rumah,Hitungan RAB,Beton volume,e-book seputar perencanaan rumah dalam DVD DuniaRumah cukup dengan harga Rp.50.000,- saja"
Info lengkap klik
0 komentar:
Posting Komentar